Skip to main content

Laporan Penelitian Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia

Isu kelautan dan perikanan tengah menjadi salah satu konsen bagi pemerintah Indonesia. Meskipun isu tersebut selalu tidak popular di kalangan masyarakat. Namun, pemerintah terbukti berkomitmen untuk menjadikan isu kelautan dan perikanan sebagai bagian dari prioritas kerjanya. Salah satunya adalah diterbitkannya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Tujuan dari pembuatan undang-undang tersebut untuk mengatur segala jenis aktivitas yang akan dilakukan dalam lingkup ruang luat. Definisi ruang dalam UU No. 26 Tahun 2007 adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidup.

Penataan ruang (perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian) dilakukan untuk mewujudkan pengelolaan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Penataan ruang juga harus memperhatikan hubungan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

KNTI sebagai salah satu organisasi yang berkepentingan dalam isu maritim, secara khusus nelayan, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil merasa perlu untuk memberikan respon terhadap agenda tersebut. Untuk itu, KNTI telah melakukan penelitian lapangan secara terpadu terhadap proses pembuatan dan perumusan RZWP-3-K di beberapa provinsi. Adapun provinsi yang telah dilakukan penelitian lapangan antara lain; Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Utara.

Secara singkat, hasil sementara dari temuan KNTI dilapangan masih terdapat banyak beberapa persoalan diantaranya; proses perumusan yang tidak partisipatif dengan melibatkan masyarakat, terjadinya konflik kepentingan antar aktor dalam pemanfaatan ruang laut, RZWP-3-K masih tidak memberikan ruang terhadap nelayan sesuai dengan hak tenurialnya, pengaturan RZWP-3-K masih terdapat bias/ketidakjelasan terhadap relasinya dengan RTRW, serta temuan lainnya.

Sejak 2016, sebagai bagian dari undang-undang pesisir, pemerintah Indonesia sedang mengembangkan rencana zonasi pesisir, di tingkat provinsi. Proses ini dinamai RZWP3K: Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sejak September 2017, TNI dan KNTI mengembangkan proyek riset aksi di komunitas nelayan Indonesia, untuk memahami dampak yang ditimbulkan RZWP3K di lapangan. KNTI dan TNI mengembangkan penelitian ini di komunitas pesisir berikut: Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Utara, Jawa Timur, Jakarta, NTT. Beberapa lokakarya diselenggarakan di tingkat komunitas, untuk memberikan informasi kepada nelayan tentang RZWP3K, untuk mengetahui sejauh mana mereka tahu dan memeriksa apakah proses ini bersifat konsultatif. Kolaborasi dengan komunitas lokal dan pemetaan partisipatif membantu untuk memahami situasi lokal dan ancaman yang dihadapi oleh nelayan terkait dengan RZWP3K dan kerangka kerja ekonomi biru secara lebih luas.

Publikasi yang merangkum hasil penelitian ini telah diterbitkan. Secara keseluruhan kami menemukan fakta bahwa RZWP3K bukan proses konsultatif dan menciptakan konflik berikut: konflik antar negara, konflik tingkat desa, konflik gender dan konflik lingkungan. Dengan demikian, langkah-langkah selanjutnya dari proses action research adalah sebagai berikut: menyebarkan hasil penelitian di komunitas nelayan Indonesia dan mendukung mereka untuk membangun strategi mengenai RZWP3K: strategi internal atau eksternal sehingga hak asasi dan mata pencaharian mereka dilestarikan. Publikasi yang lebih luas tentang perikanan dan kedaulatan pangan dapat mencakup hasil kerja lapangan ini, dan khususnya strategi dan alternatif untuk rencana tata ruang laut di tingkat masyarakat.

Download Link :

Sumber :








Comments

Popular posts from this blog

Tak Ada Beda, Karena Mencintai dan Mengimani Sama Sesaknya

Tulisan ini adalah kerinduanku atasmu. Sahabat lamaku, yang juga membesarkanku dengan penuh peluh, kasih dan cinta. Kita memang tidak banyak bicara, tetapi setiap apa yang kita bicarakan selalu lekat dalam ingatanku. Tentang cinta, tentang mati, tentang hidup, tentang kerja, tentang menghantam prosa langitan dan Tuhan. Aku belajar darimu tentang kerelaan. Sengaja tidak pergi ke gereja karena ada hati yang perlu dijaga. Seisi rumah kita memang tidak tahu, kau pernah menangis pilu dihadapanku. Hanya kita berdua saat itu. Saat itu pula kau mengizinkan aku untuk mengejar cita dan baktiku pada telapak yang bersurga. Dalam setiap doa, aku hanya berharap bahwa Tuhan menyampaikan isi hatiku kepadamu. Meskipun kita telah berbeda jalan dan kepercayaan. Cuma satu kepercayaan yang sama dari kita bahwa Internationale pasti di dunia. Apa bentuknya, kita hanya sama-sama tertawa, percaya saja !  Katamu, mencintai ibu adalah keputusan terbesar dalam hidup. Kau telah memenangkan hatinya, hingga...

Pindah Agama, Patah Hatiku Tetap Sama

Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi, tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari” Pengkotbah 1:9 Ayat tersebut sebagai penggambaran awal bahwa tulisan ini dibuat sebagai hal yang pernah ada dan dibicarakan. Tema yang bagi sebagaian orang telah usang untuk dibicarakan. Di tengah tuntutan bertahan hidup dalam mode produksi dan akumulasi primitif. Overproduksi yang dinanti-nanti tak kunjung hadir sebagai juru selamat kelas pekerja. Hingga milliaran kelas pekerja memilih terbuai dalam dogma. Karena hakikat bekerja bukan lagi perwujudan eksistensi manusia, melainkan hanya insting untuk bertahan hidup semata uang. Sebagai orang yang tumbuh dalam keluarga dengan berbedaan keyakinan selama puluhan tahun. Perdebatan tentang agama dan Tuhan merupakan makanan sehari-hari. Agama menjadi alat politik bagi kami untuk saling mengintimidasi atas nama surga dan neraka. Tuhan menjadi alat untuk meyakinkan  kami bahwa semua akan baik-baik saja, sekalipu...

Purwokerto, Beberapa Yang Tersisa Masih Punya Daya

Sudah satu bulan, tepatnya setelah aku memutuskan untuk kembali dari perantauan. Sekalipun hidupku diperantauan sangat singkat. Tetapi buatku lebih dari cukup mendapat pelajaran dari sana. Karenapun aku tidak membayangkan akan menghabiskan separuh hidupku di kota semacam Jakarta. Kota yang menurutku sangat mekanis dan teknis. Semua yang dikerjakan seolah-olah untuk membangun peradaban. Tetapi ku pikir hanya sebuah kota yang berkejar-kejaran dengan sibuknya ambisi setiap manusia agar tidak tertinggal dan tergilas roda ekonomi. Di sana aku melihat, bagaimana negara bekerja dengan sangat massif menancapkan kakinya bersama segelintir orang. Sisanya, aku hanya melihat orang yang bertahan hidup. Seperti dengan kerja berburu dan meramu pada masa lalu. Hari ini, mereka mengenal sebuah konsep kerja namun, dengan bentuk yang berbeda. Sisanya, aku bahkan tidak peduli. Kecuali gubug-gubug kumuh di tengah gedung pencakar langit. Kampung nelayan yang terbentuk dari timbunan cangkang kerang hijau...