Fenomena yang berkembang pada masa kini tentang agama membuat saya membuka kembali teks-teks maupun manuskrip tentang arkeologi sejarah agama. Literatur banyak tersebar seperti bintang di langit dan nabi yang pernah ada bersama manusia. Sebelumnya, konteks agama secara filsafat dan sejarah akan berbeda lagi dengan Tuhan dalam tradisi filsafat ketuhanan/tauhid. Saya cukup percaya bahwa ada kekuatan lain di luar diri manusia. Rasionalitas yang diagung-agungkan para ateis maupun agnostic justru menghilangkan aspek kemanusiaan dari manusia sendiri yang didalamnya terdapat insting dan naluri dalam hidup. Silahkan saja baca biografi para filosof kenamaan semacam Satre, Dostoyevsky, Camus, Nietzsche maupun lainnya. Rasionalitas mereka dalam tulisan tidak seperti proses perjalanan hidup mereka yang banyak juga melibatkan insting dan naluri. Jadi, simpan saja kepercayaan atau ketidakpercayaan akan Tuhan untuk kita sendiri.
Masih sangat lekang ingatanku ketika masa kecil menjadi seorang katolik. Saat itu aku tengah bermain kelereng bersama kawan-kawan di belakang rumah. Seorang kawan meledekku karena kalah bermain, namun olok-oloknya mengatakan begini “Henrikus, agamanya katok kewalik/Katolik (celana terbalik), Tuhannya ada tiga, Tuhannya lahir di kendang kambing, mbeeek, mbeeek,mbeeek”. Aku sangat marah saat itu, tapi aku tidak membalas sepatah katapun. Terpikir olehku tentang ajaran Yesus untuk mengasihi sesamaku seperti aku mengasihi diriku sendiri. Berlalulah aku untuk pulang, mengadu kepada ibuku yang satu bulan lalu baru saja menerima sakramen baptis dengan nama Maria Goretti. Salah satu orang dari orang kudus yang termuda yang telah dikanonisasi sebagai seorang martir-perawan oleh Gereja Katolik. Maria memilih mati pada umur 11 tahun dengan 13 luka tikam karena membela diri saat akan diperkosa, "Tidak! Ini adalah dosa! Allah tidak menginginkannya!", begitu kata Maria sebelum wafat. Sama seperti keimanan ibuku dalam katolik yang hanya bertahan kurang lebih 11 tahun dan memilik kembali memeluk Islam.
Tepat pada tahun 2004 aku mendapat kado special, adik kembar lahir dari Rahim ibuku, namun mereka berdua tak diizinkan untuk hidup. Mungkin Tuhan tahu, saat itu bukan saat tepat untuk mereka bertumbuh. Orang tua kami memberikan nama Thomas dan Antonius, keduanya adalah orang kudus/santo, namun latar belakang mereka sangat berbeda. Thomas hanyalah seorang nelayan kuli yang tidak memiliki perahu. Hidupnya hampir selalu serba kekurangan. Inilah yang membuat ia sangat hati-hati, pesimistik, cepat menyangka akan terjadi hal-hal buruk. Ketika Yesus ditangkap, Thomas kehilangan keberaniannya. Seorang yang juga menyangkal bahwa Yesus telah bangkit dari wafatnya, sebelum melihat bekas luka salibnya. Sementara Antonius dari Padua, lahir keluarga terpandang di kotanya. Seorang anak yang cerdas, hatinya lurus tetapi keras. Orangtuanya sangat ingin agar kelak ia menjadi orang terkenal. Pada usia 11 tahun kedua orangtuanya meninggal dunia sehingga Fernando menjadi yatim piatu. Ia diasuh oleh pamannya yang sangat memanjakannya. Pada usia 15 tahun, Fernando merasa terpanggil untuk menjadi seorang imam. Meskipun pamannya menentang dengan keras keinginannya, toh pada akhirnya Fernando diijinkan juga masuk biara Agustinian di Lisbon. Seperti menggambarkan kondisi keimanan orang tua mereka, yang satu pergi dengan perasaan pilu untuk memeluk agama lahirnya. Sedang yang satu berteguh mempertahankan keimanan yang juga diterimanya sejak lahir. Padahal, sebenernya mereka sama-sama sedang memeluk Tuhan secara erat dalam diri mereka, hanya berbeda cara berdoa saja.
Ya, aku sering diolok-olok karena berbeda agama. Mungkin jika hari ini kembali diolok-olok, aku sudah punya lebih banyak amunisi untuk membalas olokan mereka. Bahwa Islam melalui Al-Quran begitu memuliakan Yesus/Isa dan Ibundanya Maria. Bahkan lebih banyak nama Isa yang disebutkan dalam Al-Quran. Sementara dalam kajian sejarah, kanonisasi Alquran dilakukan dua kali, yaitu pada masa Khalifah Usman, dan kemudian pada masa Gubernur al-Hajjaj (Dinasti Umayyah). Periode itu tidak lepas dari sejarah ekonomi dan politik. Sama dengan Alkitab yang disusun setelah sepeninggal Isa. Mereka tidak tahu bahwa kekristenan juga berkembang sejalan dengan gerak sejarah, Kristen Romawi Barat (Imperium Romanun) yang berada di daratan eropa, sudah sangat berbeda dengan Kristen Romawi Timur (Byzantium) yang berada di konstantinopel. Trinitas adalah pertentangan di tubuh Kristen, antara denominasi Gereja Paulus (Pauline Church) Wilayah Barat yang memegang konsep Trinitas dengan denominasi Gereja Rasuli (Apostolic Church) Wilayah Timur yang menganut paham Unitarian (Arianisme). Bahkan sering terjadi penangkapan, penyiksaan, dan bahkan pembunuhan gelap. Dari semua perdebatan itu, hanya Kaisar kontantin dan keturunan yang menikmati pertarungan mereka. Sembari menikmati kekuasaan kerajaan karena keduanya sama-sama memiliki pengikut yang sangat besar. Setelahnya, Kaisar Konstantin mengeluarkan maklumat agar perdebatan itu diselesaikan karena akan berdampak stabilitas politik pada daerahnya. Sisanya silahkan membaca sendiri melalui banyak literatur yang tersedia.
Perjalananku menuju Islam yang berangkat dari rasa benci memang tidak mudah. Sama dengan pertentangan Kristen dan Katolik sebagai agamaku sebelum. Di Islam ada pula golongan pemikiran Jabariah dan Qadariah. Belum lagi ada mahzab yang sejauh ini diketahui adalah 5, terdapat pula Sunni, Syiah, Ahmadiyah, Khawarij, dan lain sebagainya. Sama halnya dengan Kristen, perkembangan agama tidak bisa dilepaskan melalui aspek kebudayaan, sejarah, struktur masyarakat, norma, politik hingga ekonomi. Merasa terjebak pada satu lubang ke lubang lainnya. Aku memilih untuk berkubang kemudian, melupakan cita-citaku untuk menanti Kerajaan Allah saat aku dibaptis atau 9 tingkat surga yang dijanjikan Allah saat aku bersyahadat. Aku justru semakin tertarik untuk mempelajari sejarah agama Abraham ini menapak di bumi. Setelah akhirnya merasa cukup dan menutup buku-buku tersebut dan mulai menggeluti hal yang lebih teknis tentang tema, menjadi seorang pemimpin pilihan millennial, menjadi milenial bahagia ditengah himpitan sebagai pekerja precariat tanpa keselamatan kerja dan overwork. Tema-tema politik yang juga cukup asyik tentang federalism, sosial demokrasi, budaya popular dan posmodernisme tentunya.
Tidak terpikir saat itu, kejadian 9/11 sebagai penanda titik balik kebangkitan gerakan puritanisme agama, fundamentalisme agama dan ultra maupun neo nasionalisme. Ditambah arus internet yang semakin luas ke seluruh penjuru dunia. Gerakan itu disambut oleh semua kalangan agama dan nasional secara gembira. Neo-fasis dan islamphobia bangkit begitu cepat di eropa dan amerika. Konflik Rohingya antara budha dan islam. Timur tengah pasca Taliban muncul ISIS dan perdebatan yang tak pernah selesai antara Sunni dan Syiah. Tidak kalah Indonesia dengan gerakan hijrah dan islamophobia juga saling bertempur. Namun karena telah ada sosial media, nada-nada kebencian tidak hanya tersiar dalam masjid maupun mushala, melainkan juga melalui sosial media.
Gerakan yang menurut saya superficial, karena justru menggerus Islam masuk pada masa dekadensi seperti Kristen pada masa Konstantin. Hal ini diperkuat dengan beberapa data, bahwa gerakan hijrah tidak berkorelasi positif atas peningkatan penganut umat Islam. Terdapat beberapa data yang menunjukan bahwa di Indonesia pertumbuhan agama Islam justru menurun drastis, seperti data di bawah ini (diambil dari https://www.nu.or.id/post/read/73565/mengapa-jumlah-umat-islam-di-indonesia-menurun) :
1. Berdasarkan hasil riset Yayasan Al Atsar Al-Islam (Magelang) dan dalam rangkaian investigasi diperoleh data bahwa mulai tahun 1999-2000 Kristen dan Katolik di Jateng telah meningkat dari 1-5 persen diawal tahun 1990, kini naik drastis 20-25 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
2. Dari laporan Riset Dep. Dokumentasi dan Penerangan Majelis Agama Wali Gereja Indonesia, sejak tahun 1980-an setiap tahunnya laju pertumbuhan umat Katolik: 4,6 persen, Protestan 4,5 persen, Hindu 3,3 persen, Budha 3,1 persen dan Islam hanya 2,75 persen.
3. Dalam buku Gereja dan Reformasi penerbit Yakoma PGI (1999) oleh Pendeta Yewanggoe, dijelaskan jumlah umat Kristiani di Indonesia (dari Riset) telah berjumlah lebih 20 persen. Sedangkan menurut data Global Evangelization Movement telah mencatat pertumbuhan umat Kristen di Indonesia telah mencapai lebih 40. 000. 000 orang (19 persen dari total 210 jumlah penduduk Indonesia).
4. BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia melaporkan penurunan jumlah umat Islam di Indonesia. Contohnya di Sulawesi Tenggara turun menjadi 1,88 persen (dalam kurun waktu 10 tahun). Demikian pula di Jawa Tengah, NTT dan wilayah Indonesia lainnya.
5. Dalam Kiblat Garut 26 Juni 2012, Menteri Agama RI saat itu, Suryadharma Ali mengatakan, dari tahun ke tahun jumlah umat Islam di Indonesia terus mengalami penurunan. Padahal di sisi lain, jumlah penduduk Indonesia terus bertambah. Semula, jumlah umat Islam di Indonesia mencapi 95 persen dari seluruh jumlah rakyat Indonesia. Secara perlahan terus berkurang menjadi 92 persen, turun lagi 90 persen, kemudian menjadi 87 persen, dan kini anjlok menjadi 85 persen.
6. Menurut data Mercy Mission, sebanyak 2 juta Muslim Indonesia murtad dan memeluk agama Kristen setiap tahun. Jika ini berlanjut, diperkirakan pada tahun 2035, jumlah umat Kristen Indonesia sama dengan jumlah umat Muslim. Pada tahun itu, Indonesia tidak akan lagi disebut sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim.
Data diatas menunjukan bahwa umat Islam mengalami penurunan signifikan dari tahun ke tahun. Kebesaran dan kedigdayaan Islam yang diwariskan dari zaman Ottoman mungkin akan runtuh. Bisa jadi beragama memang bukan soal jumlah dan pengaruh, tetap soal mencari ketentraman hidup, memilih tunduk pada sang Agung karena persoalan hidup jelas tak kunjung berhenti. Sementara umat lainnya masih memiliki angka pertumbuhan. Sejauh yang aku pahami dari fenomena ini senada dengan beberapa kali gereja katolik berusaha melakukan reformasi dan cara pandangannya terhadap dunia. Reformasi geraja semakin dikukuhkan sejak Paus Fransiskus memimpin Vatikan sebagai representasi pemimpin Katolik Roma.
Bahkan Paus Fransiskus mengeluarkan permintaan maaf atas penganiayaan Gereja Katolik Roma berabad-abad lalu terhadap orang Kristen lainnya, menjelang kunjungan ke Swedia akhir tahun ini untuk memperingati hari jadi ke-500 awal Reformasi Protestan. Dalam khotbahnya pada Ekaristi Tahun Kerahiman untuk orang sakit dan disabilitas, 12 Juni 2016, Paus menegaskan bahwa dunia tidak menjadi lebih baik hanya karena tampilan-tampilan yang sempurna, tetapi karena solidaritas, saling menerima dan saling hormat antara manusia.[1] Bahkan Paus juga menyerukan membuka gereja untuk menghidupkan kembali gairah misi penyebaran iman katolik Terkait sikap umat antar iman, Paus menyerukan agar mereka "merangkul dan bersikap baik terhadap saudara penganut dan imigran Muslim sebagaimana kita berharap diterima dan dihormati di negara dengan tradisi Muslim di dunia".[2]
Bahkan Paus Fransiskus mengeluarkan permintaan maaf atas penganiayaan Gereja Katolik Roma berabad-abad lalu terhadap orang Kristen lainnya, menjelang kunjungan ke Swedia akhir tahun ini untuk memperingati hari jadi ke-500 awal Reformasi Protestan. Dalam khotbahnya pada Ekaristi Tahun Kerahiman untuk orang sakit dan disabilitas, 12 Juni 2016, Paus menegaskan bahwa dunia tidak menjadi lebih baik hanya karena tampilan-tampilan yang sempurna, tetapi karena solidaritas, saling menerima dan saling hormat antara manusia.[1] Bahkan Paus juga menyerukan membuka gereja untuk menghidupkan kembali gairah misi penyebaran iman katolik Terkait sikap umat antar iman, Paus menyerukan agar mereka "merangkul dan bersikap baik terhadap saudara penganut dan imigran Muslim sebagaimana kita berharap diterima dan dihormati di negara dengan tradisi Muslim di dunia".[2]
Paus juga melakukan kritik tajam atas sistem industri dan ekonomi modern, disebutnya sebagai “ekonomi pengucilan dan ketidaksetaraan”, karena hanya mementingkan kompetisi d mana pihak yang kuat akan menguasai yang lemah. Dalam sitem ekonomi pengucilan ini, manusia sendiri dipandang sebagai barang konsumsi yang bisa dipakai dan kemudian dibuang. Ide yang cukup revolusioner bagi seorang Paus dengan menjelaskan pertumbuhan ekonomi harus lebih berkeadilan, pemerataan pendapatan, lapangan pekerjaan dan kemajuan untuk semua umat. Bahkan Paus juga dalam Ensiklik Laudato Sí menyatakan bahwa krisis ekologi adalah krisis kemanusiaan.
Sementara Islam, agama yang ku pilih sebagai pelabuhan terakhir mencari keselamat justru sebaliknya. Aku hanya melihat sebuah fenomena yang merebak di sosial media tentang hijrah. Mungkin aku juga bisa mengikuti yang serupa. Aku hijrah dari Katolik menuju Islam. Dikatakan bahwa ketika aku ber-Islam aku seperti dilahirkan kembali tanpa dosa. Memposting dalam snapgram foto sebuah sajadah dan peci. Sedikit kutipan ayat Al-Quran sambil menunjukan kalian semua umat di luar Islam adalah kafir. Aku bisa mendaku diri mendapat hidayah dan panggilan Allah dalam caption maupun status facebook. Menggunakan produk-produk pilihan berlabel halal dari produk kecantikan sampai kulkas. Menolak riba hanya dengan memindahkan rekening ke bank Syariah yang sebenarnya sama berpusat pada sistem ekonomi konvensional kapitalistik. Seberapa halal sebenernya membunuh orang lain, karena bahkan Rasul pun tak pernah sedikitpun menghunuskan pedangnya. Dan perangilah di jalan Allâh orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allâh tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [al-Baqarah/2:190]. Berarti, berniat membunuh dengan berteriak-teriak jelas dilarang bukan?
Tetapi sayang, nyaliku tidak sebesar kawan-kawanku yang berhijrah. Semakin aku belajar tentang pertautan antara Katolik dan Islam, justru semakin yakin aku bahwa Yesus dan Muhammad bukan merupakan sebuah pertentangan, mereka dapat hidup bersamaan. Ritusku menjalankan shalat sebagai syariat dan macam-macam fiqh hanya merupakan bagian atas pilihanku beragama. Ternyata di Islam juga terdapat banyak imam yang bisa kujadikan rujukan. Soal itu benar atau tidak? Tentu aku tidak akan berteriak diluar Islam tidak ada keselamatan. Kenapa umat Islam justru kembali menerapkan extra ecclesiam nulla salus seperti ajaran Kristen yang telah digugat oleh Muhammad berabad-abad lalu. Sama halnya dengan aku tidak akan banyak membicarakan Allah dalam setiap perilaku dan pilihanku. Karena memang aku tidak benar tahu apakah itu kehendak Allah atau kehendak diriku sendiri. Cukup saja bahwa aku percaya kepada Allah. Memang siapa dari kita yang bisa membedakan Musa, Isa, dan Muhammad memiliki Tuhan yang berbeda? Karena Taurat, Zabur, Alkitab dan Al-Quran seperti sebuah buku berseri yang saling menceritakan nabi satu sama lainnya. Premisnya sederhana, jika agama ada sebagai pedoman hidup manusia, maka dia harus mencerminkan kemanusiaan. Maka, kitab suci dari sebuah agama pasti memuat sebuah nilai universal, bisa jadi bersifat netral. Sementara hal yang berkaitan dengan yurisprudensi dari kitab suci, dirumuskan oleh para pemuka agama yang memiliki ‘otoritas dan kekuasaan’. Sudah berapa banyak konsili dan ijtima dilakukan sepanjang sejarah agama ada? Berapa injil, fiqh, syariat, yang dibuat sepanjang sejarah sebagai pedoman agama? Mana yang ditolak dan mana yang diterima? Bukankah fiqh, syariat, tata cara, sakramen tidak dirumuskan oleh Nabi melainkan para ulama dan pastur? Berapa kali dan berapa banyak Paus melakukan perenungan terhadap hal yang tidak disebutkan dalam alkitab dan tradisi apostoliknya? Berapa kali dan berapa banyak ulama melakukan ijtihad untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis?. Sementara umat dan domba yang tersesat jelas membutuhkan pedoman dalam cara beragama. Lalu mana yang paling benar dari semuanya? Atau jangan-jangan kita hanya menjalani sesuatu yang sia-sia selama ini? Apakah agama hari ini hanya terjebak pada sektarianisme, karena pemimpinnya saling menegasikan?
Pertanyaan terbesarku pada agama adalah, apakah nabi benar ada? Jika ada bukankah berarti terdapat arkeologi sejarah yang bisa dilacak? Apakah semua nabi ketika lahir langsung mendaku diri saya Kristen, saya yahudi, saya islam? Atau penyebutan itu justru dilakukan oleh pengikutnya setelah mereka wafat? Atau nabi hanya sekedar mitos yang menyimbol patung pagan seperti mitologi Yunani dan Romawi sebelum adanya agama? bagaimana jika suatu saat Islam menjadi minoritas? Bagaimana jika agama lain menjadi mayoritas? Apakah semua kondisi yang hari ini akan sama terjadi dan hanya berbalik? Ya, kupikir tidak akan jauh berbeda. Sejarah agama selama ratusan tahun telah membuktikan bahwa agama merupakan alat kekuasaan yang massif untuk memberangus kesadaran masyarakat. Itu telah terbukti sepanjang berabad-abad lalu bahwa agama selalu menjadi kotor oleh tangan manusia melalui kekuasaan. Menjauhkan kita mendekat dari realitas tentang korupsi, kemiskinan, ketidakadilan, perampasan hak hidup dan lainnya. Kekuasaan selalu mewujud dalam tindakan. Wajah penindasan tidak mengenal agama, tetapi menggunakan agama sebagai instrumen. Keimananku kepada Musa, Yesus, dan Muhammad mengajarkanku untuk tawadhu’ agar tidak termasuk orang yang sombong dan angkuh dalam beragama. Allah SWT di dalam Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 37 menyebutkan, yang artinya;
“Dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan berlagak sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi, dan engkau tidak akan dapat menyamai setinggi gunung-gunung.”
Tapi entahlah, kadang aku lebih ingin menjadi seorang Tupac atau B.I.G yang sesekali menyombongkan diri mereka atas segala usaha yang telah mereka lewati dalam hidup. Maka, akan aku letakan keimananku pada diriku sendiri sebagai bahan refleksi atas hidup yang telah aku jalani. Biarkanlah aku berdoa seperti Ali Syariati meminta kemurahan-Nya dalam menjalani hidup.
Tapi entahlah, kadang aku lebih ingin menjadi seorang Tupac atau B.I.G yang sesekali menyombongkan diri mereka atas segala usaha yang telah mereka lewati dalam hidup. Maka, akan aku letakan keimananku pada diriku sendiri sebagai bahan refleksi atas hidup yang telah aku jalani. Biarkanlah aku berdoa seperti Ali Syariati meminta kemurahan-Nya dalam menjalani hidup.
Tuhan, jangan engkau halangi perkembangan akal dan ilmuku, hanya karena terlalu fanatik, sentimental dan merasa tercerahkan. Tuhan cerdaskanlah pikiranku dan terangkanlah penglihatanku agar aku tidak bertindak gegabah sebelum sebenar-benarnya tahu. Tuhan jangan jadikan aku bodoh agar tidak menjadi boomerang dari musuhku. Tuhanku, jangan Dikau jadikan “ego” yang kuhendaki seperti “ ego” yang mereka kehendak. Tuhanku, jangan Engkau jadikan aku kaki-tangan kaum lalim dengan hasut,dengki, dan kasak-kusukku. Tuhanku, ajarkan kepada para pemikir yang menganggap ekonomi sebagai dasar utama, bahwa ekonomi itu bukan tujuan. Dan ajarkan kepada agamawan yang menuju “kesempurnaan”, bahwa ekonomi itu juga dasar. Tuhanku, ngiangkan di hati para cendekiawan ucapan yang pernah Kau luncurkan dari mulut Dostoyevski: “jika Tuhan tiada, maka segala suatu akan menjadi metafora”. Alam akan menjadi tak bermakna, hidup tak bertujuan, dan manusia bingung tak karuan dan tak bertanggung jawab, bila tak disertai Tuhan disisinya. Tuhanku, jadikan aku tidak punya (fakir) dan tak ingin (zuhud) di hadapan apa saja yang menghancurkan rasa malu. Tuhanku, jangan kau lemparkan aku ke dalam kebingungan antara memilih “kebesaran”, “kedurhakaan”, “kepahitan” dan “kemewahan”, “ketenangan”, dan “kelezatan”. Tuhanku, ilhamkan kepada mereka yang Kau cintai :”Sesungguhnya cinta lebih mulia dari hidup.” Dan rasakan kepada mereka yang lebih kau cintai:”bahwa sesungguhnya ekstase lebih daripada sekadar cinta!” Tuhanku, katakan pada Sartre: jika “dewa kebaikan” itu adalah diri kita sendiri, maka apa makna itikad baik (le bon sens) yang dijadikannya sebagai norma etika?. Tuhanku, katakan kepada para materialis: bahwa manusia bukan pohon yang hidup dalam alam, sejarah, dan masyarakat tanpa kesadaran. Tuhanku, siapakah orang kafir? Siapakah orang Muslim? Siapa orang Syi’ah? Dan siapa orang Sunni itu? Apakah kiranya batas-batas yang membedakan mereka satu sama lainnya?. Tuhanku, berikan aku keselamatan di tengah bencana besar penyakit kebodohan yang terlupakan karena telah menyerang semua orang. Bahkan setiap orang yang belum menderita pun, tampak sakit. Tuhanku, selamatkan aku dari penyakit “menyembelih hakikat di pejagalan syari’at.” Tuhanku, anugerahkan padaku hidup yang ketika mati tiba di saat yang berbuah apapun, aku tidak menyesalinya. Berikan aku hidup yang tidak kusesali penyia-nyiaannya. Tuhanku, gariskan jalan hidupku. Agar ketika ajal tiba, aku dapat menggariskan jalan matiku sendiri. Biarkan aku yang memilihnya, asalkan kau meridhainya. Terakhir, Tuhan berikan aku iman yang kuat agar menjadi pemberontak sejati dan tetap keple.
Comments
Post a Comment