Skip to main content

Rhyme And Reasons, Album Rap Gagal Kami Yang Sedang Belajar


Menjadi seorang Eminem pernah menjadi salah satu keinginanku di masa kecil. Tepat setelah aku menemukan sebuah kaset di Toko Gading Mas (daerah pasar wage) dengan judul The Slim Shady LP, siapa lagi jika bukan Eminem yang membawakan lagu tersebut. Saat itu, aku masih duduk di bangku SMP. Aku mengenal kaset karena ayahku sering sekali membelinya. Berbeda denganku, dia lebih sering membeli kaset milik Mozart, Beethoven, Yusef Lateef hingga Kenny G. Sembari membeli kaset musik kesukaannya, dia sering membelikanku lagu anak-anak bertema rohani. Lagu yang paling aku ingat adalah Di Doa Ibuku Namaku Disebut milik Natashia Nikita. Lagunya menjadi salah satu teman masa kecil dan pengantarku mengenal lebih jauh soal musik.

Waktu itu aku mendapatkan The Slim Shady LP saat menemani ayahku membeli kaset. Aku memintanya membelikan itu. Entah kenapa, aku tidak ingat alasannya. Setelah pulang, aku putar kaset Eminem ke sebuah Walkman hadiah ulang tahun dari tanteku. Saat itu, Walkman merupakan barang mewah, tidak semua orang bisa membeli itu. Aku beberapa kali menggunakan Walkman untuk menemaniku naik sepeda menuju sekolah.

Lagu Eminem sering kali menemaniku dalam perjalanan berangkat dan pulang saat sekolah. Saat itu, aku bahkan tidak tau apa yang dikatakan Eminem dalam liriknya. Belum ada Genius.com yang mudah untuk aku buka. Aku bisa mencermati liriknya saat setelah pulang, sembari menunggu tidur siang aku membaca selebaran yang tersedia bersama kasetnya. Dari album itu juga aku mengenal istilah umpatan Fuck, mengenal Tupac dan Dr. Dre. Singkat cerita aku jadi menyukai rap, aku mulai penasaran. Beberapa kali aku mengunjungi Toko Gading Mas, sepulang sekolah. Mengincar sebuah album miliki Eminem berjudul The Marshal Matters LP. Menyisihkan uang jajanku sedikit demi sedikit, sampai akhirnya terkumpul dalam satu bulan. Aku mulai menggemari rap mulai saat itu. Mulai saat itu juga aku berkenalan dengan beberapa lagu rap lokal seperti Iwa K, P-Squad, Sweet Martabak, Boyz Got No Brain, Neo, Blakumuh, dll.

Beranjak di bangku kuliah, setelah saat SMA aku hanya mengasingkan diri hanya sebagai penikmat, sembari sesekali bermain fruity loops bajakan untuk membuat beat. Pada tahun 2009, aku melakukan keisengan dengan membuat sebuah Fans Page bernama Hip Hop Colony Purwokerto Districtside. Mulai belaga memposting lagu milik orang lain, tulisan maupun artikel tentang hip hop. Ternyata halaman tersebut mendapat respon dari beberapa kawan yang entah dari mana. Kami merencenakan mengadakan kumpul di sebuah warnet bernama Integral. Kami membicarakan serius untuk membentuk sebuah komunitas hip hop di Purwokerto. Pada tahun 2010, kami resmi membentuk sebuah komunitas. Ada Fian Muiz, Ical Kodok, Al Somadun, Bayu, Ade Rizki. Kita hanya segelintir diantara banyak peminat musik seperti reggae, hardcore, metal dan punk.

Kami bersepakat membentuk sebuah rap crew untuk pertama kalinya bernama Colony Rhyme. Hip Hop begitu asing di Purwokerto. Pada 24 Maret 2012 kami mengadakan sebuah acara untuk pertama kali bernama Hip Hop Mendoan, acara ini terinspirasi dari beberapa acara di daerah lain seperti Hip Hop Angkringan, Hip Hop Parkiran, dll. Saat itu kami mengajak salah satu unit raw rap N.O.K 37, Dirty Connection dan Eitaro. Tidak terbayangkan sama sekali saat itu dengan uang 500.000 rupiah bisa memboyong unit rap yang 2 tahun kemudian menjadi salah satu band rap yang terkenal di Yogyakarta. Jauh sebelum All Day Radio, Eitaro juga hanya kami ganti ongkos transportasi dari Jakarta-Purwokerto. Melihat N.O.K 37 menjadi inspirasiku untuk mulai memberanikan diri untuk membentuk rap crew. Saat itu aku langsung mengajak Fian dan Zaki yang memang satu kampus denganku. Mulai membicarakan konsep hingga pilihan genre yang akan kami pilih. Kita sama-sama menyukai Boom Bap/Oldskool, terlebih kami mendapat banyak masukan dari MC DNA dan Prime Manifez yang saat itu menamakan dirinya dengan Jalur Evakuasi.

Pada tahun 2015, kami kembali mengadakan Hip Hop Mendoan untuk memperingati 5 tahun terbentuknya Hip Hop Colony Purwokerto Districtside. Juga merupakan sebuah pencapaian personal saya pribadi bisa membawa Doyz Da Noiz dan Eric Probz (Blakumuh) ke Purwokerto. Sekaligus membawa album Perspektif yang telah di produksi ulang. Kami berbincang banyak selesai acara, membicarakan nyamannya aku tinggal di Purwokerto hingga menggali tentang sejarah hip hop berkembang di Indonesia melalui mulut pelakunya langsung. Saat itu pula kami termotivasi untuk memulai memikirkan membuat album.

Seiring proses, perjalanan kami tidak pernah mulus. Mulai dari file hilang sampai orang yang membantu kami recording benar-benar hilang entah ke mana. 1 tahun proses pengerjaan kami memang selesai untuk merecord semua lagu. Tapi kami memang tidak memiliki referensi apapun terkait pembuatan album rap. Apakah album kami bagus? Layak dengar? Atau memang sampah? Kami benar tidak tau. Setelah itu, kami memberanikan diri menghubungi beberapa kawan untuk meminta masukan, tetapi lebih banyak kritikan yang masuk ke kami. Kami berusaha rehat sejenak, belajar lebih lagi terkait flow, cadence, lirik dan lainnya. Tapi berita duka menyambar, semua file kami hilang dan rusak bersama harddisk satu-satunya tempat kami menyimpan semua hasil kami. Tidak terselamatkan sedikitpun, kecuali file preview yang waktu itu sengaja kami mixdown untuk diperdengarkan ke beberapa orang.    

Rhyme And Reasons adalah album gagal kami yang sedang belajar. Maaf dari semua proses yang telah diusahakan akhirnya kami memutuskan untuk menghentikan proses pembuatan album ini. Berikut yang tersisa sebelum akhirnya benar-benar hilang. Kami sengaja upload hanya sebagai pengingat bahwa kami pernah menjalani proses selama 2012-2016 bersama Last Scientist. Semua lagu yang di upload merupakan lagu preview yang belum melewati proses mixing maupun mastering. 

Lagu kami bisa didengarkan di sini:


Terima Kasih kepada:
Indra C. Wibawanto
Dena Ema Pribadi
Doyz Da Noiz
MC MV
Revolver Rock
Tuan Tigabelas
Citra Primanita
N.O.K 37
Hip Hop Colony Purwokerto Districtside
Heart Corner Collective
Bhinneka Ceria
Def Bloc
dan semua yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu






x

Comments

Popular posts from this blog

Tak Ada Beda, Karena Mencintai dan Mengimani Sama Sesaknya

Tulisan ini adalah kerinduanku atasmu. Sahabat lamaku, yang juga membesarkanku dengan penuh peluh, kasih dan cinta. Kita memang tidak banyak bicara, tetapi setiap apa yang kita bicarakan selalu lekat dalam ingatanku. Tentang cinta, tentang mati, tentang hidup, tentang kerja, tentang menghantam prosa langitan dan Tuhan. Aku belajar darimu tentang kerelaan. Sengaja tidak pergi ke gereja karena ada hati yang perlu dijaga. Seisi rumah kita memang tidak tahu, kau pernah menangis pilu dihadapanku. Hanya kita berdua saat itu. Saat itu pula kau mengizinkan aku untuk mengejar cita dan baktiku pada telapak yang bersurga. Dalam setiap doa, aku hanya berharap bahwa Tuhan menyampaikan isi hatiku kepadamu. Meskipun kita telah berbeda jalan dan kepercayaan. Cuma satu kepercayaan yang sama dari kita bahwa Internationale pasti di dunia. Apa bentuknya, kita hanya sama-sama tertawa, percaya saja !  Katamu, mencintai ibu adalah keputusan terbesar dalam hidup. Kau telah memenangkan hatinya, hingga...

Pindah Agama, Patah Hatiku Tetap Sama

Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi, tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari” Pengkotbah 1:9 Ayat tersebut sebagai penggambaran awal bahwa tulisan ini dibuat sebagai hal yang pernah ada dan dibicarakan. Tema yang bagi sebagaian orang telah usang untuk dibicarakan. Di tengah tuntutan bertahan hidup dalam mode produksi dan akumulasi primitif. Overproduksi yang dinanti-nanti tak kunjung hadir sebagai juru selamat kelas pekerja. Hingga milliaran kelas pekerja memilih terbuai dalam dogma. Karena hakikat bekerja bukan lagi perwujudan eksistensi manusia, melainkan hanya insting untuk bertahan hidup semata uang. Sebagai orang yang tumbuh dalam keluarga dengan berbedaan keyakinan selama puluhan tahun. Perdebatan tentang agama dan Tuhan merupakan makanan sehari-hari. Agama menjadi alat politik bagi kami untuk saling mengintimidasi atas nama surga dan neraka. Tuhan menjadi alat untuk meyakinkan  kami bahwa semua akan baik-baik saja, sekalipu...

Purwokerto, Beberapa Yang Tersisa Masih Punya Daya

Sudah satu bulan, tepatnya setelah aku memutuskan untuk kembali dari perantauan. Sekalipun hidupku diperantauan sangat singkat. Tetapi buatku lebih dari cukup mendapat pelajaran dari sana. Karenapun aku tidak membayangkan akan menghabiskan separuh hidupku di kota semacam Jakarta. Kota yang menurutku sangat mekanis dan teknis. Semua yang dikerjakan seolah-olah untuk membangun peradaban. Tetapi ku pikir hanya sebuah kota yang berkejar-kejaran dengan sibuknya ambisi setiap manusia agar tidak tertinggal dan tergilas roda ekonomi. Di sana aku melihat, bagaimana negara bekerja dengan sangat massif menancapkan kakinya bersama segelintir orang. Sisanya, aku hanya melihat orang yang bertahan hidup. Seperti dengan kerja berburu dan meramu pada masa lalu. Hari ini, mereka mengenal sebuah konsep kerja namun, dengan bentuk yang berbeda. Sisanya, aku bahkan tidak peduli. Kecuali gubug-gubug kumuh di tengah gedung pencakar langit. Kampung nelayan yang terbentuk dari timbunan cangkang kerang hijau...